History of e-learning





E-learning sebagai media pembelajaran sudah menjadi alternatif metode pembelajaran. Sifatnya yang menggunakan jaringan internet menjadikan e-learning sangat sesuai digunakan pada era sekarang ini.  Namun, ada hal yang perlu kita ketahui bagaimana proses munculnya e-learning hingga seperti yang kita gunakan saat ini. Berikut ini adalah fase perkembangan metode pembelajaran (khususnya pelatihan) mulai dari tradisional hingga e-learning :

1. Instructor Led Training
Bentuk pembelajaran ini berupa pelatihan di dalam sebuah kelas. Pada pelatihan tersebut pengajar yang memberikan materi. Pengajar dapat berupa dosen, profesor, atau seseorang yang telah menjadi ahli pada suatu disiplin ilmu pengetahuan. Tugas dari pengajar adalah memberikan pengetahuan, pengalaman mereka dan konteks sebuah materi kepada para peserta pelatihan. Bentuk pelatihan memberikan efek kultural berupa interaksi antar sesama peserta pelatihan dan pembelajaran yang di dapat dari mentor kelompok.

Tantangan utama dari bentuk pelatihan adalah dalam hal skala. Jika terdapat peserta yang dalam jumlah skala besar dari berbagai daerah, maka instruktur hanya memiliki 2 pilihan : melakukan pelatihan dengan setting kelas besar atau mengadakan beberapa perjalanan ke berbagai daerah. Tantangan yang selanjutnya adalah kegiatan pelatihan ini membutuhkan banyak waktu dan dengan durasi yang lama.  Selain itu, diperlukan biaya yang besar untuk membayar jasa instruktur, kelas (ruangan), dan biaya perjalanan.

2. Mainframe based training
Mainframe based training merupakan training pertama yang menggunakan teknologi komputer yang berada pada rentang 1960 – 1970.  Mainframe based training masih memiliki keterbatasan dalam hal karakter yang mampu ditampilkan. Secara grafik dan visual, Mainframe based training terlihat kurang menarik. Berikut ini tampilan mainframe based training :

3. Satellite Based live Video
Kegiatan pembelajaran dalam bentuk satelitte Based Live Video berawal pada tahun 1970 an. Bentuk Satelitte Based Live Video mengurangi permasalahan insfrastruktur yang terjadi pada pelatihan tradisional. Pembelajaran ini menggunakan media televisi sebagai sarananya. Bentuk pelaksanaanya yaitu pembelajar berada di dalam kelas, kemudian mereka menonton instruktur yang memberikan paparan di TV, para pembelajar dapat melakukan diskusi dengan sesama pembelajar dan dapat bertanya kepada instruktur. Contoh terbaik  bentuk Satelitte Based Live Video pernah dilaksanakan di Stanford University. Stanford University melaksanakann kuliah di seluruh san fransisco dengan mahasiswa tanpa meninggalkan kampusnya. Para mahasiswa mengumpulkan tugas dan ujian kepada melalui kurir.

4. The PC CD - Rom era
Metode pembelajaran ini bermula pada tahun 1980 an ketika PC sudah mulai dipergunakan. Kehadiran metode ini dapat memotong proses pada metode-metode sebelumnya. Fase ini dikenal sebagai CD – Rom era. CD Rom dipilih sebagai media pembelajaran karena kapasitas yang bisa digunakannya cukup besar. Jadi, instruktur melakukan perekaman kegiatan pelatihan, kemudian kegiatan tersebut dimasukan ke dalam CD. CD tersebut kemudian dibagikan kepada seluruh peserta pelatihan di berbagai tempat. Fungsi CD ini untuk menggantikan peran instruktur. Pada fase CD Rom era ini website belum terlalu dikenal oleh masyarakat. Software yang digunakan untuk membuat materi di dalam CD adalah Authorware dari macromedia dan toolbox2 dari click2learn.

Tantangan yang harus dihadapi dengan metode pembelajaran CD adalah penyebaran CD, dibutuhkan CD yang banyak agar bisa disebarkan ke seluruh peserta di berbagai tempat. Selain itu, pengajar sulit juga untuk melakukan pembaharuan materi, karena setiap ada pembaharuan materi berarti mengganti CD yang lama dengan CD yang baru. Permasalahan lainnya adalah pengajar sulit untuk memantau siapa saja yang menggunakan CD tersebut, apa yang sedang mereka kerjakan dengan CD tersebut dan bagaimana mereka mengkonfirmasi ketika sudah selesai mengerjakan tugas. Namun demikian, penggunaan CD – Rom banyak digunakan digunakan di berbagai perusahaan sebagai sarana pelatihan karyawan. 

5. Learning Management System (LMS)
Era CD – Rom sebenarnya telah memberikan banyak perubahan dalam metode pembelajaran. Namun demikian, kekurangan yang terdapat di dalamnya (terutama dalam hal biaya) menyebabkan metode ini menjadi kurang diminati. Sebuah anti thesis dari era CD – Rom sekaligus menjawab permasalahan  yang terdapat di dalamnya adalah Learning Management System (LMS). LMS merupakan aplikasi perangkat lunak untuk melakukan administrasi, dokumentasi, pelacakan, pelaporan, dan penyampaian materi dalam sebuah kelas pembelajaran atau program pelatihan. Mudahnya LMS adalah kelas virtual yang digunakan sebagai sarana pembelajaran.

LMS pertama kali dikembangkan pada perusahaan penerbangan BOEING untuk mengatur pendaftaran, pelacakan dan pengumpulan materi yang diberikan melalui CD – Rom. Ketika menggunakan LMS, BOEING membutuhkan standarisasi di dalam penggunaannya. Oleh karena itu, dibentuklah badan yang mengurusi masalah standarisasi LMS pada dunia penerbangan yaitu Aviation Industry CBT Commitee (AICC). Salah produk yang terkenal dari AICC adalah SCROM (Shareable Content Object Reference Model) yaitu sebuah standar untuk pengemasan materi dan penggunaannya di LMS.

Di dalam penggunaannya, LMS didukung oleh jaringan internet. Dengan demikian, jarak dan waktu tidak lagi menjadi penghalang seperti pada era CD – Rom. LMS ini bagian dari e-learning karena di dalamnya menggunakan teknologi informasi dan komputer untuk menciptakan pengalaman belajar. Bentuk komunikasi antara pengajar dan pembelajar pada LMS secara umum dibagi menjadi dua yaitu synchronous dan asynchronous. Pada synchronous, pengajar dan pembelajar melakukan komunikasi pada waktu yang bersamaan dengan atau tanpa tempat yang sama. Sedangkan pada asynchronous pengajar dan pembelajar melakukan komunikasi pada waktu yang berbeda dengan atau tanpa tempat yang sama. Keunggulan dari LMS adalah kemudahan dalam penggunaan, kemudahan untuk memperbaharui materi, dan tampilan yang dapat disesuaikan. Sedangkan kelemahannya adalah antara pembelajar dan pengajar minim interaksi secara nyata, karena sebagian besar kegiatan dalam LMS ini dilakukan secara online. Lalu, apakah kelemahan ini sudah ada solusinya? Nantikan tulisan e-learningdotcom selanjutnya.

Referensi

Bersin, J. (2004). The Blended Lerning book. Best practices, proven methodologies, and lesson learned. San Francisco: Pfeiffer.


0 komentar:

Posting Komentar